Monitoring & Evaluation: Memastikan Arah dan Dampak Proyek MITLTW–TIWA

Yogyakarta, 23–25 September 2025 – Proyek Timor Island Watersheds (TIWA) atau yang sebelumnya dikenal dengan MITLTW, kembali menegaskan komitmennya melalui pelaksanaan Workshop Review dan Pengembangan Kerangka Kerja Monitoring & Evaluation (M&E). Kegiatan ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa proyek tidak hanya berjalan sesuai rencana, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan di wilayah perbatasan Indonesia–Timor-Leste.

Fondasi untuk Kolaborasi Lintas Batas Negara

Selama tiga hari, workshop mempertemukan tim pelaksana dari Inovasi Tangguh Indonesia (InTI), tidak hanya staf yang berbasis di Yogyakarta tetapi juga Project Manager dari Atambua Belu Nusa Tenggara Timur (NTT). Workshop ini difasilitasi oleh Dati Fatimah dengan tujuan memperkuat kerangka kerja M&E yang menjadi salah satu komponen utama dari proyek.

M&E berperan sebagai “kompas” yang memastikan pelaksanaan proyek di lapangan tetap sejalan dengan tujuan besar perubahan penting yang ingin dicapai oleh MITLTW–TIWA: dalam menjaga kelestarian DAS Talau-Loes dan Mota Masin, memperkuat ketahanan air, pangan, serta penghidupan masyarakat di dua negara secara kolaboratif.

Tiga Hari, Tiga Agenda Penting

Hari pertama berfokus pada komponen pertama proyek melalui brainstorming bersama Tim InTI, Transboundary Diagnostic Analysis (TDA), dan pembentukan Kelompok Kerja DAS Lintas Batas Negara Bersama dan Gugus Tugas Masyarakat dan penguatan kapasitasnya. Brainstorming ini bertujuan untuk mengidentifikasi kembali potensi, risiko, maupun tantangan yang dihadapi InTI dalam pelaksanaan proyek. TDA menjadi fondasi penting untuk memahami kondisi DAS Talau-Loes dan Mota Masin dengan memetakan kondisi ekosistem, sosial, budaya, dan ekonomi di kawasan DAS lintas batas, sehingga Rencana Aksi Strategis (SAP) dapat lebih tepat sasaran seiring pembentukan Kelompok Kerja DAS Lintas Batas Negara Bersama dan Gugus Tugas Masyarakat.

“Proses kita mulai dari kita mencoba membaca sebetulnya program TIWA itu apa sih? Apa ide atau gagasan mendasar dari program ini? Kemudian juga untuk bisa melihat itu, sangat penting untuk kita memahami konteksnya apa,” jelas Dati Fatimah, fasilitator.

Hari kedua difokuskan pada output dari Strategic Action Program (SAP) serta penajaman indikator-indikatornya. SAP akan menjadi rencana tata kelola kolaboratif antara Indonesia dan Timor-Leste untuk DAS lintas batas negara Talau-Loes dan Mota Masin dalam melindungi air, pangan, dan mata pencaharian masyarakat. Workshop hari kedua juga menekankan kembali  perlunya memasukkan studi kelayakan untuk sub rencana konkrit SAP untuk mengidentifikasi kebutuhan pendanaan, sumber daya yang tersedia, dan sistem manajemen pengetahuan ke dalam sub rencana SAP tersebut. Melalui rencana kerja M&E di komponen ini, kemajuan penyusunan SAP akan lebih mudah dipantau, terutama memastikan ketercapaian indikatornya sesuai kriteria SMART (Spesifik -Specific, Terukur-Measurable, Dapat Dicapai-Achievable, Relevan-Relevant, dan Berbatas Waktu - Time-bound), sehingga kolaborasi tata Kelola DAS Lintas Batas Negera kedua negara tersebut semakin adaptif, berbasis data, dan responsif terhadap dinamika lingkungan dan sosial.

Hari ketiga workshop fokus menyusun kerangka kerja Monitoring & Evaluation secara menyeluruh, dan mereview kembali indikator-indikator program baik indikator kuantitatif maupun indikator kualitatif yang baru saja ditambahkan selama workshop ini. Risiko pengelolaan proyek dan langkah mitigasinya juga kembali dikaji. M&E tidak hanya membantu menilai hasil, tetapi juga memastikan bahwa proyek berjalan inklusif, adil, serta menjawab kebutuhan masyarakat. Mekanisme ini menekankan keterlibatan masyarakat dan perhatian pada kelompok rentan, sehingga pengarusutamaan safeguarding menjadi perhatian penting program.

Lebih dari Sekadar Alat Teknis

Diskusi intensif menegaskan bahwa M&E bukan hanya perangkat teknis untuk menghitung capaian, tetapi juga pilar tata kelola adaptif. Melalui M&E, tim proyek dapat belajar dari pengalaman lapangan, memperbaiki strategi, dan memastikan setiap keputusan berbasis data yang akurat sekaligus aspirasi masyarakat.

“Melalui diskusi selama tiga hari ini, setelah kita paham konteksnya, kita juga paham apa yang mau kita lakukan. Kita tidak hanya sekadar menerapkan, atau sekadar mengisi checklist, tetapi memberi nyawa, memberi makna pada apa yang kita lakukan,” ungkap Dati.

M&E juga memastikan keberpihakan kepada kelompok rentan khususnya  Perempuan dan  orang muda, juga lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat atau komunitas adat. Inklusivitas ini menjadi salah satu nilai kunci yang membedakan MITLTW–TIWA sebagai proyek lintas batas negara yang mengedepankan prinsip keadilan sosial sekaligus keberlanjutan lingkungan untuk mendukung kehidupan masyarakat di DAS lintas batas negara ke depan.

Menatap ke Depan

Hasil workshop akan dituangkan dalam matriks pemantauan yang lebih spesifik, terukur, relevan, dan responsif terhadap konteks lokal. Matriks ini akan menjadi panduan bagi tim proyek, pemerintah, dan mitra lapangan untuk menilai perkembangan sekaligus menyesuaikan strategi bila diperlukan.

Johan Rachmat Santosa, Technical Lead InTI, menyampaikan:

“Dengan sistem M&E yang inklusif, proyek MITLTW–TIWA siap menjadi model pengelolaan DAS lintas batas negara yang akuntabel dan berkelanjutan untuk Indonesia dan Timor-Leste.”

Ia menambahkan:

“Melalui penguatan kerangka kerja M&E proyek MITLTW–TIWA ini, diharapkan proyek ini menjadi model pengelolaan DAS lintas batas negara kolaboratif yang hasilnya bisa diukur keberhasilannya dan disesuaikan konteksnya sesuai dinamika ke depan secara terus menerus untuk memastikan akuntabilitas proses maupun hasil proyek ini baik terhadap masyarakat yang didukung oleh proyek ini maupun untuk pemerintah Indonesia dan Timor-Leste dan CI-GEF yang sudah memfasilitasi program ini. .” (InTI)

Share